Hari ini rasanya ada yang aneh dengan Vada–Fee. Soalnya Vada – Vee kumpul kebonya lama buanget. Kira-kira ada apa, ya? Yuk, kita nguping pmbicaraan mereka di kantin favorit, “KANTIN BU DUL”.
“ Ma… Rama…kamu kalau mau ngomong, ya ngomong. Kita kan Friend. So, semisal kamu pengen ngomong hal yang rahasia, ngomong aja! Kita juga nggak bakal nyebarin ke mana–mana.” kata Abdul mencoba bujuk si Rama yang katanya mau ngomong hal yang amat sangat penting.
“Rama, jangan diem gitu dong.” balas Yuli “Ayo… cepet! Soalnya sebentar lagi masuk!”
“ Oke, deh.” Akhirnya si Rama buka mulut juga, “Gini, sebenarnya aku mau pindah ke…”
“Apa!!! Dikau mau pindah?!! Why?” Potong Tomo, “Kenapa? Kemana?”
“ Ke… ke Bandung.” jawab Rama lesu, “Soalnya bokap aku tempat kerjanya di pindah ke Bandung. Tapi, aku sebenarnya juga nggak pingin pindah. Aku nggak mau pisah ma kalian semua.”
“ Tapi, apa kamu nanti nggak rindu ama kota kelahiranmu? Kota Purwokerto! Bandung jauh banget, lho Ram… Kalo kamu memang nggak pengen pindah, coba deh kamu bujuk ortu kamu…” kata Putri dengan tujuan biar Rama nggak pindah ke Bandung. Tapi sebelum Rama memberikan jawaban,“ Kring… Kring…” Bel berbunyi, dan mereka masuk ke kelas. Hingga waktu pulang mereka semua terdiam membisu karena bingung harus bicara apa.
* * * * *
“Bu, apa benar kita jadi pindah ke Bandung? Rama boleh nggak ikut ke Bandung?” tanya Rama pada ibunya yang sedang memasak makan siang di dapur supaya begitu suaminya, ayah Rama pulang mereka bisa langsung makan siang.
“Memangnya ada apa? “ Ibunya membalas bertanya dengan lembut mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh anak laki satu-satunya itu saat sedang menyiapkan makan siang.
“Nggak ada apa-apa.” kata Rama seraya meninggalkan ibunya di dapur. Sebenarnya Rama benci banget kalau harus ninggalin kota Purwokerto yang menyimpan banyak kenangan dalam hidupnya. Apalagi dia mulai suka sama Risa. Seorang gadis yang merupakan sahabatnya, dan dia juga anggota Vada-vee. Dia kenal Risa dari Niken tepatnya waktu kelas 1 SMP. Rama selalu memperhatikan dia. Akhirnya setelah 5 bulan sejak perjumpaan pertama mereka, dia sadar kalo dia suka sama Risa dan sekarang dia harus ninggalin Risa dengan perasaan yang sudah dipendamnya selama hampir 4 tahun. “Tuit…tuit…” tiba–tiba terdengar suara telepon yang berdering dan membuat Rama lupa akan lamunannya.
“Hallo, Assalamualaikum.” kata Rama yang sedang menerima telpon, “Ini dari siapa, ya ?”
“Ini dari Risa.” jawab si penelepon yang ternyata adalah Risa, “Ramanya ada?”
“O… ini Risa to, kukira siapa. Ada apa, nih? Tumben kamu telpon aku siang-siang begini.” tanya Rama yang begitu tau kalo Risa yang telpon.
“Anu… kamu jadi pindah ke Bandung, nih?” tanya Risa, “Udah yakin dan siap lahir batin?”
“E… e… emang kenapa, sih ?” balas Rama, “Lagian aku harus ikut orang tuaku. Meskipun itu berat buat aku.”
“Ya udah. Assalamualaikum…” dan diseberang sana hanya terdengar suara “ Tut..tut..tut..”
* * * * *
Dear my diary… Cat… aku lagi bingung, nih! Aku pengen si Rama tahu perasaanku sebelum dia pindah ke Bandung. Soalnya aku kan naksir dia. Kamu udah tau, kan tentang hal itu? Tapi kayaknya Rama nggak nganggap aku apa-apa, hanya sebatas SAHABAT aja. So, aku agak tertekan karena hal itu. Cat… apa yang sebaiknya aku lakukan ? Sudah dulu, ya? Aku harus ngerjain PR buat besok, terus belajar. So, selamat malam !
Kegelisahan yang ada di hatikuhari ini,
Siapa yang tahu?
Rasanya aku ingin sekali berbicara padanya
Hanya tiga patah kata saja
Namun bibir ini tidak mau bergerak ,terkunci
Membuat aku hanya diam...hanya membisu
Setelah membuat puisi yang menggambarkan suasana hatinya, Niken menutup buku diarynya, “ Huh… kalau tau Rama bakal pindah, aku nggak akan naksir sama dia. Tapi aku sama dia kan sekelas.” keluh Niken kemudian mengambil buku Biologi untuk mengerjakan PR-nya. “Eh, tapi kalo dia curhatnya nggak ke aku mungkin aku nggak bakal naksir sama dia.” lagi-lagi dia mengeluh.
* * * * *
“Hari ini sikap Risa aneh sekali. Tapi yang bikin aku nggak mau ninggalin kota ini karena adanya Risa. Sejak pertama aku baru sadar kalo aku suka sama dia. Trus kami menjadi satu genk. Tapi sekarang aku harus ninggalin dia sebelum aku bisa nembak dia. Aduh… malang benar nasibku ini. Benar-benar aneh. Aku bilang rahasia ini sama Niken apa, ya? Soalnya selama ini aku selalu curhat sama dia. Tapi nanti dia marah kalau aku menyembunyikan sesuatu dari dia. Huh… aku bingung tujuh keliling. So, sebelum aku pindah aku harus berbuat apa? Misalnya, nyatain cintaku ke Risa gimana, ya? Kayaknya itu hal yang oke untuk kulakukan.” gumamnya , “Eh, tunggu dulu gimana kalo dia nolak. Nanti aku jadinya pindah ke Bandung sambil bawa perasaan yang patah hati. Jadi lebih baik aku nggak usah nyatain cintanya ke dia. Ah, entar aku curhatnya ama Putri aja, dech. Habis, dia enak diajak curhat”
* * * * *
“Aku kok jadi sebel gara-gara Rama mau pindah, ya ?” gumam Risa waktu lagi nggarap PR Biologi, “Ah… aku tahu sekarang, pasti karena kita se-genk. Tapi memang nyebelin kalo kehilangan temen yang udah akrab. Pasti pendapatku ini sama kaya pendapat teman-teman yang lain. Soalnya mereka juga se-genk. Tapi satu hal yang pasti karena aku suka ama dia. Eh…tadi aku lagi nggarap PR Biologinya sampe mana, ya? Ah…ini dia jawabannya ! Huh…gara-gara mikirin kepindahannya si Rama, sih. Udah, deh aku mau nggarap PR lagi.”
* * * * *
“ Wah, gawat aku terlambat bangun! Padahal hari ini aku piket. Semoga saja Putri belum datang!!!” teriak Niken yang mau berangkat sekolah sambil terburu-buru. Soalnya hari ini dia piket. Nah, kebetulan piketnya bareng sama Putri, padahal Putri terkenal jago sewot kalau sampai kelasnya kotor atau anggota piketnya ada yang males piket apa kesiangan dan diantara regu piketnya yang paling rajin itu Alfin. So, dia jadi wakil regu piketnya Putri, Patris, Lusi, Dhani, Tria dan Ayu. “ Selamat pagi !” sapa Niken,
“Pagi juga.” bales Rama dan Risa bersamaan. Ternyata anggota piket yang lainnya belum datang.
“Lho Rama…yang lainnya belum pada datang, to?” tanya Niken heran sambil memperhatikan suasana di dalam kelasnya yang masih kotor.
“Ya…begitulah. Hari ini belum ada yang dateng.” jawab Risa, “Tapi, tumben kamu jam 06.00 kurang udah dateng. Ada angin apa, sih ?”
“Jam 06.00 kurang? Masa?” tanya Niken dengan nada heran, “Nggak mungkin, dong. Habisnya aku berangkat dari rumah jam 06.00 lebih kok.”
“Jammu kali yang salah…” kata Rama dengan nada mengejek.
“Betul juga ternyata jamku kecepeten.” bales Niken seraya tertawa, “Rama, ngomong-ngomong kamu jadi pindah ke Bandung, nggak ?” tapi Rama diem aja sampai…
“Hey! Met’ pagi!” teriak Alfin yang baru datang, “Wow! Apa aku nggak salah liat, nih!? Niken jam segini udah dateng.”
“Nggak usah menghina kayak gitu deh, Fin..” Bales Niken dengan nada marah.
“Eh, tapi kelasnya kok masih kotor gini ?” tanya Alfin dengan nada heran waktu liat kelasnya masih seperti kapal pecah, “Pasti kalian belum piket, kan?” lanjutnya.
“Nah, kalau gitu sekarang…piket semua!” Begitu dengar perintah Putri dan Patrice yang tahu-tahu nongol di belakang Alfin spontan mereka semua yang ada di dalam kelas kaget. So,otomatis Niken, Risa dan Rama serta Alfin bangkit dari tempat duduknya terus ambil sapu buat piket. Memang kalau Putri sudah memberikan perintah nggak ada yang berani membantah. Makanya dia diangkat jadi ketua kelas. Tapi tidak semua orang bisa menerima hal itu. Ada orang-orang tertentu yang sebal dengan apa yang dimiliki Putri. Tapi Putri enjoy aja, gitu... Tidak lama kemudian anggota piket yang lain datang. Namun, begitu melihat Putri sudah datang, mereka langsung meletakkan tas di bangku masing-masing, mengambil peralatan piket yang lain selain sapu, seperti sulak, penghapus, dan lain-lain untuk piket. Soalnya mereka juga takut kena sewotnya Putri yang bisa bikin gendang telinga pecah.
* * * * *
“ Tet… tet…” bel istirahat berbunyi, “Yang tugas piket siang hari ini sekarang piket! ” perintah Putri begitu guru keluar. “Sedangkan yang lain keluar kelas kecuali yang piket. Mereka tetep harus tinggal di kelas untuk mbersihin ruang kelas mereka, dan Vada-Vee seperti biasa kumpul di KANTIN BU DUL.”
* * * * *
“Rama…dikau pindah ke Bandungnya kapan?” tanya Momo panggilannya si Tomo begitu masuk ke KANTIN BU DUL.
“Emang kenapa, sih ?” bales Rama,
“Ya… Enggak papa, sih.” jawab Dwi, “Cuma kalo dikau mau pindah jangan lupa ngadain acara selamatan. Ntar kalo makanannya kebanyakan, daku bantu abisin deh! Daku orangnya kan nggak pernah ngecewain siapa pun. Termasuk makanan tentunya. ”
“Huuuuu !!!”serbu Vada-Vee kompak,
“Dasar! Temen mau pindah tapi masih aja mikirin makanan enak.” kata Risa dengan nada agak sebel, habis Risa kan nggak pengen kalo Rama sampe pindah ke Bandung. Soalnya dia kan suka ama Rama, terus Rama belum tahu kalo Risa suka sama dia. Perasaannya benar-benar kacau sekarang ini. Tiba-tiba waktu mereka lagi asyik-asyiknya ngobrol…..
“Eh, udahan yuk. Soalnya sebentar lagi masuk.” kata Putri mutusin pembicaraan mereka begitu liat jam antiknya yang berbentuk hati dengan gelang berbentuk bintang dan bulan yang dipasang secara berselang-seling yang dibeliin sama ortunya waktu pergi ke Paris. “Aku mau liat anggota piket di kelasku dulu, oke!” Sambil berdiri dari bangku tempat dia duduk dan kemudian disusul sama anggota Vada- Vee yang lain.
* * * * *
“Bagus! Kelasnya sudah bersih.” kata Putri puas liat hasil kerja anggotanya, “Sekarang kan sudah masuk, jadi Lusi sama Patris cepet manggil gurunya. Hari ini kan kalian yang tugas.” Mereka kemudian segera mengambil selempang berwarna hijau yang di tengahnya ada huruf C besar yang menandakan kelas IC.
* * * * *
“Eh, Put. Sebaiknya aku gimana, ya ?” tanya Niken waktu lagi main di rumahnya Putri.
“Apanya yang gimana, sich?” tanya Putri bingung harus menanggapi pertanyaan yang diberikan Niken.
“Put. kamu kan tau aku sudah lamu suka sama Rama dan sekarang ini aku merasa benar-benar sayang sama dia. But now dia mau pindah. So, aku harus gimana?” tanya Niken menerangkan maksud dari pertanyaannya. Putri yang jadi tempat curhat anak-anak Vada-vee yang sering punya masalah otomatis ia jadi bingung banget. Soalnya dia tahu Rama suka ama Risa dan bagusnya Risa juga suka ama Rama. Tapi sayangnya si Niken juga suka sama Rama. So, kalo dia menyatakan perasaannya ke Rama, si Niken bakal sakit hati. Terus kalau Risa, ia terlalu pemalu dan penakut. Risa nggak berani ngakuin perasaannya. “Put, kenapa sih kamu? Kok diam aja. Sebaiknya aku gimana, dong!?” tanya Niken memecahkan lamunan Putri.
“Menurut aku, sebaiknya kamu simpan perasaanmu ke kotak pengalamanmu yang berharga di salah sudut hatimu.” kata Putri menerangkan.
“Maksud kamu?” tanya Niken yang kurang mengerti perkataan Putri.
“Maksudku, kamu mendingan lupain perasaan kamu ke Rama dan jadikan perasaan sukamu yang pertama ini jadi salah satu harta dan pengalaman yang amat berhaga dalam hidupmu ini.” sahut Putri. Setelah itu mereka berdua hanya diam membisu. Tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut masing-masing karena bingung menghadapi masalah ini hingga Niken pulang ke rumahnya.
* * * * *
“Ting tong tung…! Assalamualaikum!!!” bel rumah Putri berbunyi. Begitu Putri membuka pintu depan dia melihat Rama disamping motor Satria hitamnya dengan muka yang lesu.
“Eh, kamu Ram. Ada apa?” Tanya Putri yang kaget begitu liat Rama stand by di depan rumahnya dengan wajah yang lesu abis.
“Anu, aku mau curhat sama kamu.” kata Rama. Setelah Putri mempersilahkan Rama duduk di kursi depan, Rama langsung buka mulut “ Put, kamu tahu kan aku suka ama Risa. Sebenarnya aku masih pengen melakukan PDKT ke Risa. Tapi sebentar lagi aku pindah ke Bandung. So, aku jadi bingung banget harus gimana. Apakah aku harus bilang ke dia kalau aku suka ama dia atau sebaliknya.” Putri sebenarnya tahu apa yang akan dikatakan Rama, soalnya tadi siang Risa dan Niken juga bilang hal yang sama. Namun Putri tetap kaget mendengar hal itu. Sebenarnya perasaan cinta mereka bertiga itu merupakan their first love. Putri jadi bingung banget. Because, kalo dia ngomong tentang perasaannya Risa dan Rama nembak Risa, nanti Niken berpikir kalau Putri mengkhianati dia. Tapi kalo nggak bilang nanti mereka berdua selalu berada dalam perasaan yang membingungkan.
“Ram, menurut aku lebih baik kamu ngomong ke Niken juga. Nanti baru kamu ambil keputusan. Mau bilang suka apa nggak.” begitulah menurut Putri.
“Kok, aku juga harus bilang ke Niken, sich?” tanya Rama.
“Habis dia kan juga yang biasa kamu ajak curhat” So, dengan begitu Niken bisa tahu perasaannya Rama secara langsung dan juga perasaannya Risa. Mungkin itu membuatnya patah hati dengan her first love tapi Putri yakin Niken dapat menerima perasaan patah hati itu. Karena Niken adalah orang yang tabah, orang yang selalu menerima kenyataan dan seorang yang amat pemaaf dengan segala hal yang membuatnya marah.
* * * * *
“Tamu…tamu…!” kutekan bel rumah Niken. Tampak ibu Niken membukakan pintu depan, setelah itu ia memanggilkan Niken.
“Hei… tumben kalian berdua dateng ke sini nggak ngasih kabar apapun.” sambut Niken dengan wajah tersenyum.
“Anu, gini Nik, aku mo curhat ama kamu.” Kata Rama memulai pembicaraan.
“Aduh, kalo mo curhat, curhat aja. Nggak usah bertele-tele, lagi.” Kata Niken.
“Gini Ken, pertama aku mo minta maaf, kedua aku mo ngucapin thank’s for you.” kata Rama
“Maksud kamu apa, sich? Put, kamu tau maksudnya si Rama?” tanya Niken dengan nada bingung mendengar pernyataannya Rama seraya menoleh kepadaku, “ Put! Kamu kok diem aja, sich!!! Kamu sebenarnya tahu apa nggak ?”
“Niken, dengerin ya. Aku minta maaf karena ada satu hal yang udah aku sembunyiin dari kamu selama ini. Padahal kita udah janji akan mengatakan semua hal yang kita alami selama kita masih hidup. Tapi aku ngelanggar janji tersebut. Jadi, aku minta maaf. Sebenarnya sejak kamu ngenalin aku ama Risa, aku jadi punya perasaan suka ke dia. Bisa dibilang Risa itu my first love. Terus yang membuat aku bingung itu sebenarnya aku harus bilang apa ke Risa? Apakah aku harus bilang perasaanku yang sesungguhnya atau diem aja? So, aku mau minta pendapat dari kamu. Terus aku mau bilang makasih karena kamu udah ngenalin Risa. Selain itu, selama ini kamu sudah mau jadi tempatku bercerita. Baik saat aku susah ataupun senang.” Putri sebenarnya nggak kaget lagi dengan perkataan Rama. Tapi bagaimanapun Putri tetep merasa bersalah kepada Rama, Risa, Niken. Putri dapat melihat air muka Niken yang terkejut dan berusaha menahan air matanya supaya tidak jatuh, yang kemudian memalingkan mukanya ke Putri seakan-akan memohon mendapatkan kata-kata yang dapat mencegah air matanya mengalir
“Put, kamu sudah tau masalah ini?” Putri hanya bisa mengangguk dengan ragu. Soalnya ia tahu Niken bakal marah ama Putri. “Jadi selama ini kamu mbohongin aku. Kamu kok kejam banget, sich Put. Padahal aku selalu terbuka kalo ama kamu. Kamu...kamu...kamu kejam ya, Put. Kamu tega! Kalau kamu bilang dari dulu sekarang ini aku nggak akan sakit hati. Kamu seakan memberiku harapan palsu!!!” suara Niken terdengar terisak-isak. Tampaknya ia sudah tidak dapat membendung rasa ingin menangis karena terkejut akan perasaannya yang selalu mempercayai kedua orang tersebut terutama Putri dikhianati. Mungkin kalo ke Rama dia masih maklum karena tidak semua hal dia ceritakan, tapi kalo ke Putri…? Bagaimanapun Putri adalah Vada-vee’s best friend, tempat Vada-vee numpahin persaan mereka masing-masing. So pasti Putri juga Niken’s best friend. Jadi, Niken mungkin mengira kalo Putri selama ini sudah menipu perasaannya.
“Niken, maafin aku dong. Aku nggak punya maksud ngebohongin kamu selama ini. Aku juga nggak pernah punya niat mau mengkhianati kamu. Aku...aku sama sekali nggak punya maksud itu semua. A...aku pikir kamu akan lebih bisa menerima kalo kamu tahu hal ini dari mulut orang itu sendiri.” Oh…air mata Putri pun jatuh tanpa sadar.
“ Put, kamu memang sobat sejati Put. Aku juga minta maaf ke kamu. Aku dah ngomong yang nggak-nggak ma kamu” balas Niken seraya memeluk Putri yang menangis karena dia.
“Niken, sekarang bilang perasaan kamu sebelum terlambat walaupun kamu tahu hasil dari jawaban dari pernyataanmu.” Kata Putri yang dibalas dengan anggukan dari Niken.
“Ma, sebenarnya aku kaget tahu kamu sukas ama Risa dan Risa itu your first love. Karena…” Niken membutuhkan keberanian untuk melakukan hal ini. Dia masih takut, “Karena… Karena aku juga suka sama kamu. Tapi apapun yang terjadi aku nggak bisa ngelarang kamu suka sama orang lain. Apalagi dia adalah sahabatku sendiri. Aku cuma harus ngasih pendapat terbaik ke lo tentang hal ini. I think you must say with her if you love her.”
“Thank’s Niken. Aku benar-benar minta maaf yang sebesar-besarnya karena tidak pernah memikirkan perasaan kamu selama ini. But satu hal yang pasti, dimanapun aku berada you always be my best friend dan kita tetep member of Vada-vee, kan ?”
“ Sure!” kata Niken dengan tersenyum dan mengacungkan jempol. Putri juga ikut tersenyum karena semuanya sudah dapat teratasi.
* * * * *
“Risa, sebelum pindah aku mau bilang ke kamu kalau selama ini aku suka sama kamu.” kata Rama, “Aku tau kamu pasti terkejut dengan pernyataan dariku ini.Tapi, aku ingin mendengar jawabanmu secepatnya. Selambat-lambatnya adalah hari di mana aku harus meninggalkan kota ini. Sudah dulu, ya... Maaf kalau aku mengganggu waktumu” “Tuuut…tuut…” telepon ditutup. Risa begitu terkejut akan pernyataan Rama. Jujur, sebenarnya dia merasa senang. Karena cintanya tidak lagi bertepuk sebelah tangan, namun sudah terbalas. Tapi, haruskah dia menerima cinta yang dia impikan selama ini? Kebingungan mulai menyelimuti perasaannya. Akhirnya dia memutuskan untuk berbicara dengan Putri besok.
* * * * *
“Eh, kalian pada merasa kehilangan Rama nggak ?” tanya Patris tiba-tiba ke Tyas, Alfin, Tomo dan Putri yang saat itu lagi kumpul di kedai tehnya Pak Miin. Vada-vee yang lain lagi dapat tugas untuk meberitahukan tentang seluk-beluk sekolah Vada-vee ke Sari anak baru di kelas mereka.
“Emangnya ada apa, sich? Kamu tanya kok yang aneh-aneh kayak gitu sich, Pat? Udah pasti kita-kita ngerasa kehilangan, dong! Ya kan, Put?” jawab Alfin. “ Put, Putri! Kamu kenapa? Sakit? Kok pucat?”
“Aku nggak papa, kok Fin. Aku cuma bingung ngadepin berbagai masalah yang selalu membuatku pusing tujuh keliling.” Kata Putri agar tidak membuat Alfin kawatir. Tapi, Putri juga seneng liat Alfin yang ngawatirin dia. Itu berarti Alfin kan merhatiin dia. Setelah itu Vada-vee kembali ke kelas.
* * * * *
“Put aku mau curhat ke kamu tentang Rama.” Kata Risa, “Kemarin Rama nembak aku lewat telpon. Aku sempet kaget juga. Aku harus bilang apa ?”
“ Risa, kamu suka sama Rama, kan? Suka karena cinta, kan? Bukan suka sebagai teman biasa, kan? Kalo gitu bilang aja kalo kamu suka sama Rama. Terima aja perasaannya Rama.”
“Tapi Rama mau ke Bandung. Nanti aku malah tambah sedih.”
“Kamu kan masih bisa berhubungan lewat surat atau telpon.” Setelah itu tampaknya si Risa hanya diem aja. Dia tampak bingung. Takut akan jawabannya. “Gini aja, kalau kamu sudah ambil pendapat, bilang ke aku. OK!! Aku ke kelas dulu, ya.”
Menjelang pelajaran terakhir, Patrice mendekati Putri yang tampaknya sedang suntuk gara-gara memikirkan masalah cinta segitiga antara Rama, Niken dan Risa. “Put, pulang sekolah aku main ke rumahmu, ya!! Jadi, jangan pulang duluan lho...” kata Patrice. Tapi sebelum aku menjawab pertanyaannya Patrice udah pergi. Pulang sekolah tiba-tiba Patrice datang bersama Alfin,
“Fin, kamu juga mau ikut main ke rumahku?” tanya Putri terkejut, tapi juga happy abis.
“Boleh, kan? Aku tadi diajak Patrice. Lahipula aku juga nggak ada acara hari ini. Daripada boring.” Tanya Alfin dengan nada penuh harap.
“Boleh aja. Tapi, kamu cantik sendiri dong...” canda Putri dibalas tawa dari kedua sobatnya.
“Well, yuk kita cabut sekarang aja.” Mereka bertiga mengendarai motor masing-masing menuju rumah Putri.
* * * * *
“Bi, tolong buatin minum 3! Nanti kalo sudah taruh di kamar Putri, ya.”
“Baik, non.” Kata Bi Nah, pembantunya si Putri yang udah kerja di sana sejak kakaknya Putri, kak Fitri duduk di bangku SD kelas 1.
“Yo, cabut. Kita ke kamarku sekarang.”
“Tri kamar kamu bersih juga, ya. Luas lagi.” Kata Patrice saat masuk ke kamar Putri. Walaupun sudah berulang kali ke rumah Putri, Patrice baru pertama kali masuk ke kamar Putri.
“Tapi masih kalah luas sama kamar kalian, kan? Eh, kalain ada angin apa, sich? Tumben main ke rumahku. Pasti ada sesuatu, kan?”
“Instingmu ,emang selalu tepat, Put.” Kata Patrice
“Kalau aku nggak ada masalah apa-apa, sich. Cuma pengen main aja.” sambung Alfin
“So, sekarang kita to the point aja, OK! Tris, kamu sebenarnya mau cerita apa ke aku?”
“Put, sebenarnya aku mau tanya, akhir-akhir ini kira-kira setelah Rama bilang ia mau pindah ke Bandung, kayaknya pikiranmu jadi nggak karuan, deh. Kamu juga sering ngalamun. Kalau kamu ada masalah, say ke aku, kek.”
“Betul itu, Put.” Sambung Alvin. “Aku juga merasa kamu akhir-akhir ini berubah. Aku kira kamu sakit.”
“Sory, ya Trice, Fin... Sebenarnya kalau bisa aku juga ingin cerita sama kalian atau sobat-sobat yang lain buat ngurangin beban yang ada di kepalaku. Tapi aku nggak mungkin cerita ke siapapun. No body else!!! Soalnya ini rahasia salah satu anggota Vada-Vee. Jadi aku ga mungkin ngianatin mereka.”
“ Ya, udah kalo gitu aku juga nggak akan maksa kamu, kok. Soalnya aku tau you know what the best for yourself. Only You!” kata ALfin.
“Thank’s!” balas Putri
* * * * *
“King…kong…king…kong…!!!” “Aduh… dasar telpon cerewet!!” teriak kak Fitri yang lagi asyik nulis surat buat boy friendnya yang ada di Australia. “Hallo!!!!”
“Kak Fitri, ya?! Ini Risa, kak! Putrinya, ada?” tanya Risa si penelepon.
“O…sebentar, ya!!!” balas Kak Fitri. “ PUTRI!!!!!! Ada telpon dari Risa!!!” Tanpa terlalu lama menunggu, Putri langsung melesat menuju ruang keluarga.
“Hallo…ada apa? Mmm…mmm..sekarang? Okey!!” Putri lalu mengakhiri pembicaraannya dengan Risa di telepon, “Kak aku chek out dulu, ya!”
“E…kamu mau kemana, Put?” tanya kak Fitri
“Aku mau ke rumahnya Risa. Bye…!!!” balas Putri seraya berlari ke luar untuk mengambil motor Supra X hijaunya dan segera melesat kre rumah nya Risa.
Begitu Putri sampai di Rumah Risa yang cukup ditempuh selam 10 menit kalau naik motor, Risa sudah satnd by di halaman rumahnya, “Putri…aku sudah nunggu kamu dari tadi, nih!!!” Risa berlari menuju Putri.
“Ada apa, sich?” Tanya Putri
“Aku sudah membuat keputuan. Aku mau jujur sama Rama, aku akan bales perasaannya. Tapi aku nggak berani ngomong. So, aku mau minta tolong sama kamu.”
“Minta tolong ke aku? Minta tolong apaan?”
“Tolong dong kamu aja yang bilang ke Rama tentang perasaanku.”
“Risa, kalo kayak gitu caranya mah percuma. Kamu harus bilang sendiri. Kamu harus bener-bener nunjukin perasaanmu ke Rama. Kalo lewat aku, Rama ga mungkin percaya 100%. Come on! You trust me, right?”
“Ok, deh. Tapi kapan aku ngomongnya? Rama bilang paling lambat nanti waktu dia pindah. Tapi aku takut. Kalo aku belum siap aku nggak mungkin ngomong.”
“Well, sekarang kamu siapkan mentalmu. Pikirkan kapan saat yang paling tepat untuk menerima cintanya Rama. Kamu mau ngomong sekarang di sini dengan saksinya cuman aku apa waktu Rama berangkat dengan saksi semua Vada-vee.”
“Tapi…gimana dengan Niken, Put? Kan aku juga harus mikirin perasaannya!!!” kata Risa bingung setelah dia tau perasannya Niken ke Rama.
“Apa hubungannya dengan Niken!? Nggak ada, Risa!”
“Niken kan suka ama Rama!”
“KAmu tau?! Nggak ku sangka kamu juga tau. Tapi gak papa. Niken sudah ngerelaiin Rama buat kamu. Aku nggak bohong. Rama sendiri yang bilang ke Niken kalau dia suka sama kamu. Niken juga sudah bisa menerima semuanya. Kalau kamu nggak percaya, aku akan panggil Niken ke sini sekaligus Rama juga. Biar kamu percaya sama aku. Gimana!?”
“Mmmmmmmmm…..OK! Deh. Tapi…”
“Percayalah pada kekuatanmu dan perasaanmu serta perasaannya si Rama dan Niken. Jangan kecewakan Niken yang sudah mengorbankan perasaannya buat kamu dan Rama. Aku telpon Rama sekarang. Sedangkan kamu telpon Niken.”
* * * * *
“Ok. Sekarang semua udah lengkap sekarang. So, kita langsung masuk ke acara pokok aja, ya!” kata Putri.
“Pertama, aku mau minta maap ama Niken. Karena aku dah pura-pura nggak tau tentang perasaan kamu ke Rama.” Kata Risa.
“Jadi selama ini kamu tau perasaanku!” kata Niken kaget yang dibalas dengan anggukan lemah dari Risa.
“Ram, setelah kupikir-pikir dan usulnya Putri, aku rasa membohongi diri sendiri adalah hal yang paling menyakitkan. Aku juga nggak mau menjadi orang yang munafik. Aku...aku juga suka ama kamu Ram.” Kata Risa.
“Thank’s Risa.” Kata Rama tersenyum sambil menggenggam tangan Risa.
“CONGRATULATION FOR YOU GUYS!!!!” seru Putri dan Niken.
* * * * *
Keesokan harinya di stasiun adalah hari yang menyedihkan dan mengharukan. “Bener, nih kalian nggak apa-apa mbolos.” Kata Rama .
“Kita udah ijin ama kepsek, kok.” Kata Putri dengan suara yang gemetar karena udah berusaha menahan tangis.
“Risa, sudah dong kamu jangan nangis terus.” Kata Patrice dan Niken yang berusaha menghibur Risa.
“Risa, walaupun kita jauh, kita masih tetap bisa saling bercerita lewat surat atau telepone.” Kata Rama.
“Ram, kami semua akan merindukanmu.” Kata Alfin
“Tuuuuut!!” suara kereta api
“Aku harus berangkat sekarang. Risa, ini.” Kata Rama yang kemudian memberikan secarik kertas untuk Risa sambil naik ke aatas kereta api. Ketika kereta api sudah mulai berjalan, dia berteriak “Vada-Vee!!Jangan lupakan aku!!!!”
“Risa, baca surat dari Rama.” Kata Lusi,
Dear Risa sayang,
Risa, hari ini aku sangat sedih namun juga meresa gembira. Kamu tau kenapa? Aku merasa sedih kerena harus meninggalkanmu dan Vada-Vee. Namun aku juga merasa bahagia karena sudah tidak ada lagi beban yang mengganjal hatiku. Karena aku sudah memilikimu dan Vada-vee. Walaupun kita dipisahkan oleh lautan, aku tetap menyayangimu, dan kamu akan selalu ada di hatiku selamanya. Aku juga berharap kamu akan selalu menungguku karena aku pasti kembali ke tempatmu dan Vada-vee. Sebab kalian adalah bagian dari hidupku.
Yang menyayangimu selalu
Rama
“Sa….rupanya kamu udah jadian ama rama, ya!” kata Alfin
“Kejam kamu nggak bilang-bilang.” Kata Patrice.
“Sorry.” kata Risa malu-malu.
“Guys, gimana kalo kita ke rumahku.” Kata Putri
“SETUJU!!!!” seru Vada-vee kompak abis.
“Tapi Put, kamu harus membacakan puisi buat kita-kita tentang perpisahan hari ini.” Kata Alvin
“Memang bisa kalo tiba-tiba?” tanya Patrice
“Putri kan disuruh membuat puisi buat perpisahan kelas 3. Kamu udah bikin, kan?”tanya Alvin.
“Pasti.” Kata Putri.
“Kok kita-kita nggak tau, sich….” Protes Momo.
“Kok Cuma Alfin yang tau, ya…???” goda Niken.
“Udah, dech… Yuk cabut…” kata Putri dan Alfin hampir bersamaan.
* * * * *
“Bi… tolong buatin minum, dong!!!” kata Putri sambil berjalan menuju kamarnya dan diikuti oleh anggota Vada-vee lainnya.
“OK. Vin kamu mau main gitar buat ngiringi aku, kan?” kata Putri
“Yap.” Kata Alvin
“Alfin lagi.. Alfin lagi…” goda anak-anak Vada-vee lainnya. Tapi, Putri sama Alfin cuek dan Putri mulai membacakan puisi karangannya diiringi suara gitar yang dimainkan oleh Alfin.
Kini kita tiba di penghujung waktu
Antarkan diri menuju dunia baru
Arus waktu tak pernah berhenti mengalir
Meski hanya sekali.
Tak lelahkah dia? Tanpa pengganti.
Madu bunga ini terlalu manis.
Sayapku enggan mengepak.
Namun semua harus tetap maju
Meski berat tetap berjalan menghadap dunia baru
Perpisahan ini menyakitkan
Tapi kan ada pertemuan yang indah di depannya
“Bagus sekali Put!!!” kata Vada-vee.
“Ayo kita menunggu perjumpaan kita kembali dengan Rama.” Kata Putri
“SETUJU!!!”seru Vada-Vee. Mereka pun saling bercerita, dan berbagi kenangan. Mengenang kembali segala hal baik sedih ataupun senang selama mereka bersama dan saling berharap untuk kejadian di masa depan. Mereka saling berjanji, bahwa apapun yang terjadi, mereka akan tetap berteman selamanya. Karena Vada-vee adalah tempat mereka berpijak, dan merupakan awal dari segala kisah mereka. Karena Vada-veelah, mereka menjadi manusia yang mengerti satu sama lain, dan berusaha untuk diterima dalam masyarakat. Vada-vee adalah tempat segalanya berawal dan tak kan berakhir dan semuanya kini telah usai. lembaran baru kan dibuka. Saat harus berpisah telah menghembuskan angin baru di jiwa Vada-Vee.
* * * * *
Cerpen ini aku buat sudah lama sekali. Mulanya cerpen ini berjudul “First Love”. Tapi, setelah aku baca lagi rasanya kurang cocok kalau diberi judul First Love. Akhirnya aku memutuskan untuk merubah judulnya menjadi “Saat Harus Berpisah.”
Aku sering merasa aneh saat membaca cerpen ini. Nggak tau kenapa. Mungkin karena ada beberapa kata yang kurang enak di dengar.